MENGAWASI PEMILU


MENGAWASI PEMILU
Oleh : Rinduwam

Berdasar apa yang saya rasakan dan saya alami, dimana tanpa terasa sudah 20 tahun mengabdi sebagai penyelenggara Pemilu dalam sejarah panjang perjalanan Pemilu di Negeri ini, Banyak hal yang saya rasakan dan alami yang kesemuanya menjadi pengalaman berharga bagi pribadi saya.
Meski tidaklah pengalaman ini menjadi sesuatu yang istimewa, namun setidaknya ini menjadi kesaksian nyata saya seperti apa perjalanan Demokerasi selama ini ditingkat masyarakat yang paling bawah.
Saya memang bukanlah pejabat penyelenggara Pemilu teras Atas, namun keterlibatan sebagai penyelenggara Pemilu ditingkat bawah inilah, yang membuat saya lebih faham dengan realita masyarakat dalam setiap Pemilu.
Perjalanan ini di mulai sejak Pemilu 1997, sebagai PAM TPS kala itu, saya mencoba mengamati sejauh mana pelaksanaan Pemilu kala itu bila dinilai secara kuwalitas maupun kuwantitas.. 
Menurut apa yang saya ketahui dan saya rasakan, Pada pemilu 1997 saat itu, masih jauh dari syarat LUBER sebagaimana azas Pemilu. Praktek interfensi dari pejabat setempat masih mewarnai seluruh tahapan  pelaksanaan, Tidak semua orang bebas bisa menjadi penyelenggara meski sebatas KPPS sekalipun, Hanya orang-orang yang direstui Kepala desa saja yang bisa jadi KPPS atau PAM Pemilu.
Intervensi pada pemilihpun dilakukan oleh semua pihak, untuk mengarahkan pemilih pada Partai penguasa.
Penyelenggaraan Pemilu kala itu begitu lepas tanpa pengawasan, saksi yang diharapkan bisa tampil sebagai pengawal proses juga tidak evektif sama sekali, karena tidak semua orang berani menjadi saksi parpol kecuali Parpol pemerintah kala itu. Inilah gambaran Pemilu 1997 di era orde baru .

Dalam perjalananya, ternyata pemilu yang semacam ini mendapat protes dari masyarakat, hingga timbul peristiwa TRISAKTI 1998 lalu.
Peristiwa ini berdampak lengsernya Pak Harto dari kursi kepresidenan dan berimbas terjadinya pemilu 1999, pemilu yang seharusnya digelar tiap lima tahunan, karena tuntutan revormasi harus digelar kembali di dua tahun berikutnya yaitu 1999.Pada pemilu ini kembali saya terlibat sebagai anggota KPPS.
Semangat revormasi membuat tatanan pemilu banyak berubah, misalnya saja :
1. Parpol peserta Pemilu, yang semula tak beranjak dari 3 Parpol, namun pada pemilu 1999 menjadi 
   48 Parpol, jumlah yang cukup besar.
2. Yang semula pemilih cukup memilih gambar Parpol tapi pada pemilu 1999 pemilih juga harus
    memilih Caleg yang sudah tertera di surat suara.
3. Penyelenggara Pemilu saat itu adalah perwakilan Partai Politik, sehingga sering kali kita sesama 
    penyelenggara tidak sepaham gara-gara beda kepentingan.

Namun saya akui bahwa pemilu 1999 sedikit lebih baik dibanding pemilu 1997, karena dipemilu ini pemilih sudah bisa merasakan kebebasanya menentukan pilihan dan tidak lagi ada intervensi dari pejabat setempat, namun demikian kelemahan ada ditingkat administerasi, hal ini akibat kapasitas petugas yang kurang atau tidak pada bidangnya, apalagi bisa dipastikan pemilu 1999 itu tanpa pengawasan yang berarti. Sehingga KPPS masih dengan mudahnya mengubah angka demi pemenuhan sinkronisasi. Begitulanh gambaran pemilu 1999 sebagaimana pengalaman yang saya ketahui.

Rupanya semangat memperbaiki proses demokerasi terus berjalan, hingga sejarah baru Pemilu kembali terjadi. Tahun 2003 menjadi tahun pertama diselenggarakan Pemilihan kepala daerah secara langsung. dan tahun 2004 sebagai tahun pertama diselenggarakanya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Hingga dalam kurun waktu lima tahun terjadi tiga kali penyelenggaraan Pemilu yaitu Pemilukada, Pileg dan Pilpres. Bahkan di berbaga daerah ada yang empat kali , karena pemilukada berlangsung dua kali satu kali untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, dan satunya lagi untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati / Wali kota dan Wakil walikota.
Peristiwa semacam ini berjalan tiga periode ( 2003-2005, 2008-210, dan 2013-2015 ) dan berubah kembali saat ada kebijakan Pemilu serentak tahun 2019.

Kembali pada periode 2003-2010, kembali saya terlibat sebagai penyelenggara pemilu yaitu sebagai PPS . Pada periode ini proses pemili selangkah lebih baik dibanding pemilu 1999. Karena KPU sebagai lembaga indipenden terasakan sampai tingkat KPPS. Setiap personil bukan lagi diambil dari perwakilan Parpol, atau pejabat berokrasi Pemerintah, melainkan dipilih melalui rekrutmen terbuka.
Apalagi pada saat itu mulai dibentuk pengawasan dengan adanya Panwaslu, meski keberadaanya masih belum optimal secara fungsi dan kewenangan.
Selama dua periode ini seolah KPU masih menjadi singgle powernya pemilu, karena keberadaan pengawas pemilu masih belum seimbang secara kewenangan.
Akibatnya masih sering kali terjadi perubahan-perubahan angka perolehan suara yang tak terkontrol penyebab dan peristiwanya angka itu berubah.Sesuai pengalaman saya, hal ini terjadi akibat kesalahan-kesalahan tulis oleh KPPS, sementara kotak suara dari KPPS, PPS hingga PPK Seolah-olah sepenuhnya menjadi tanggung jawab PPS, karena pengawasan yang belim evektif saat itu , PPS dapat dengan mudahnya membuka kotak suara untuk melakukan pembetulan angka pada formulir hasil penghitungan suara, sehingga pada saat rekapitulasi dikecamatan berlangsung lancar tanpa kesalahan. Demikian gambaran yang terjadi saat itu.

Proses Demokerasi terus berjalan, hingga lahirlah Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Dengan terbitnya Undang-Undang ini dinobatkanlah tiga lembaga penyelenggara Pemilu yang memiliki satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilu, yaitu KPU, BAWASLU dan DKPP yang selanjutnya berfungsi sesuai tugas dan kewenanganya masing-masing sebagaimana amanah Undang-Undang.
Pasa periode 2013-2015, inilah pertama kalinya saya terlibat sebagai Panwaslu Kecamatan. 
Berdasar apa yang saya ketahui, kembali Pemilu mengalami selangkah kemajuan dibanding periode sebelumnya. Dengan adanya fungsi pengawasan oleh jajaran Bawaslu yang secara regulasi memiliki kesetaraan dengan KPU, tahapan demi tahapan mulai terkawal dan terawasi, sehingga banyak tahapan yang sebelumnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya kali ini mulai ada perbaikan.
Bukan saja kepada KPU dan Jajaranya, setiap kegiatan peserta pemilu juga menjadi titik pengawasan.
Sehingga banyak juga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bisa di proses dan di adili. Hal demikian menunjukan bahwa ada perbaikan-perbaikan di setiap penyelenggaraan Pemilu selama ini.
Meskipun kita tak mengelak bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang terus butuh perbaikan. Secara umum Pemilu 2013-2015 berjalan lebih baik dari era sebelumnya. Namun tentunya masih menyisakan catatan yang harus diperbaiki pada pemilu berikutnya. KPU sebagai lembaga paling senior, secara kapasitas dan fasilitas belum bisa diimbangi oleh Bawaslu. Sehingga kerap kali jajaran Panwaslu kesulitan untuk melakukan pengawasa tahapan yang dilakukan jajaran KPU yang telah di tunjang dengan fasilitas teknis maupun prasarana yang lebih baik. Akibatnya secara data PPS, PPK masih memiliki data yang lebih baik di banding PPL maupun Panwascam, sehingga untuk mengontrol perubahan data jika terjadi itu belum optimal.

Kelemahan yang terjadi pada Pemilu maupun Pemilukada era itu , rupanya menjadi perhatian pemerintah, hingga banyak terjadi perubahan Regulasi sejak terbitnya Perpu nomor 1 Tahun 2014, hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dengan terlahirnya Perundangan tersebut, tampak adanya penguwatan Bawaslu sebagai lembaga Pengawas Pemilu dengan tanggung jawab dan kewenangan yang lebih baik dibanding pada pemilu sebelumnya.
Pada periode Pemilu 2018-2019,  kembali saya diberi kesempatan untukberpartisipasi mengawal Pemilu sebagai Panwaslu Kecamatan.
Melihat apa yang saya alami, bahwa Pemilu kali ini banyak mengalami kemajuan dari pemilu sebelumnya, baik itu Pemilihan kepala daerah pada tahun 2018 maupun Pemilu 2019.
Hal ini di tandai dengan adanya pengawasan yang semakin membaik, dengan fasilitas dan alat kerja serta peningkatan kapasitas personil, Bawaslu dan seluruh jajaranya mampu mengejar ketimpangan data sebagaimana terjadi pada pemilu sebelumnya terhadap data yang di sajikan KPU.
Pengawasan yang dititikberatkan pada pencegahan dan penindakan terasa sangat evektif,
Alat kerja pengawasan yang konkrit dan dengan ditunjang fasilitas IT yang memadai, membuat setiap tahapan Pemilu dapat diawasi secara optimal.Misalnya tahapan pendataan pemilih, tahapan Kampanye, hingga tahapan pungut hitung suara.
Dalam tahap kampanye , banyak upaya pencegahan dilakukan misal dengan koordinasi ataupun sosialisasi agar potensi pelanggaran dapat diminimalisir. Namun meski demikian jika pelanggaran tetap terjadi maka penindakan tetap dilaksanakan sesuai regulasi, meski kita akui bahwa secara regulasi masih banyak celah, sehingga pelaku pelanggaran tersebut tidak dapat kena sanksi akibat tidak termuat dalam regulasi. ini tentunya menjadi evaluasi untuk penyelenggaraan pemilu selanjutnya .
Menyikapi proses Pemungutan dan Penghitungan Suara pada Pemilu 2019 baru-baru ini, sebenarnya sudah berjalan lebih baik dari pemilu sebelumnya. Pengawasan melekat senantiasa dilakukanoleh bebagai pihak, sehingga peluang untuk keluar dari regulasi menjadi sangat kecil.
Dalam hal ini semua jajaran Panwas diinstruksikan mencatat dan mendokumentasikan setiap kejadian mulai persiapan pemungutan, pemungutan suara , penghitungan suara sampa pada saat rekapitulasi di tingkat PPK. Kemudian catatan ini di sampaikan sebagai laporan berjenjang pada pengawas diatasnya.
Pemilu 2019, adalah Pemilu terberat sepanjang sejarah, karena baru pertama kalinya berlangsung pemilu Legeslative dan Pemilu Presiden Wakil Presiden secara bersamaan.
Sehingga Pemilu ini memakan waktu yang luar biasa sehingga butuh juga stamina luar biasa pula.
Hingga banyak terjadi umen eror pada KPPS hingga terjadi banyak salah tulis dalam C1. 
Namun kesalahan ini hanya bisa diperbaiki pada saat rekapitulasi, karena tidak ada hak dan kesempatan membuka kotak suara yang sudah tersegel dan telah dijaga oleh banyak elemen.
Pada saat rekapitulasi disitulah kesalahan tersebut diprrbaiki secara terbuka dihadapan banyak pihak termasuk Panwas dan Saksi.
Dalam memperbaikipun tak sekedar memperbaiki atau mengganti tulisan, melainka harus buka plano bahkan menghitung surat suara jika itu memang diperlukan.
Berkaca dari ini semua  saya melihat bahwa Pemilu kali ini adalah yang terketat dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Demikian yang bisa saya Gambarkan dalam perjalanan Pemilu selama ini, sesuai apa yang saya ketahui dan ditempat dimana saya berada,.Terkait di tempat lain itu diluar apa apa yang saya tulis.
Menyikapi banyaknya isu pemilu curang dewasa ini, hanya proses yang bisa membuktikan dan MK yang memutuskan.
Saya hanya berusaha menjalani apa yang seharusnya saya jalani dengan segala upaya melaksanakan tugas sebagai Bagian dari penyelenggara Pemilu yang sebaik-baiknya, namun keterbatasan sebagai manusia tentulah masih ada,

Semoga kita semua sebagai bangsa yang dewasa, yang senantiasa menjaga keutuhan dan persatuan demi Indonesia.


Rembang, 2 Mei 2019
Penulis     : Rinduwan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUMUMAN PENDAFTARAN CALON PENGAWAS TPS

PENGUMUMAN HASIL SELEKSI ADMINISTRASI CALON PENGAWAS TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA PEMILIHAN 2024 KECAMATAN PANCUR

PENGUMUMAN PTPS TERPILIH KECAMATAN PANCUR